Monday, April 30, 2018

'Gaydar' : Gay Radar untuk Perempuan?!


A gay man is a woman's best friend, begitu kata pepatah. Mungkin karena itu, kaum perempuan lebih pintar mengidentifikasi pria gay. Perempuan bahkan disebutkan memiliki semacam "gaydar"—radar untuk kaum gay—sehingga mereka bisa mendeteksi mana pria yang "lurus" dan mana yang gay hanya dengan menatap wajahnya. Ketika sedang memasuki masa subur, kemampuan perempuan ini bahkan berada di puncaknya.*


Bagi perempuan, siapa sih yang tak senang bila punya pasangan berwajah tampan? hehehe jangan senang dulu, tapi jangan langsung nge-judge juga girls. Pernah kenal 'cowok lembut'? jangan salah, belum tentu mereka sekong  hahahahah....jadi geli nulis artikel ini. Tapi tenang, saya berusaha menuliskan pengalaman saya yang tetap informatif koq.

Saya ingin menceritakan pengalaman saya beberapa tahun silam sewaktu di-PDKT-in sama cowok. Sebelum benar-benar bisa dikatakan PDKT, saya sudah mengenalnya setahun sebelumnya. Memang kami jarang komunikasi, tapi ada peristiwa yang membuat kami tiba-tiba menjadi akrab. Singkat cerita, setelah saya pulang dari Surabaya untuk kembali ke Yogyakarta, dia minta ketemu dengan alasan minta ditraktir setelah project saya selesai. Tanpa berfikir apa-apa saya -iyakan saja- karena waktu itu kebetulan saya ada waktu. (biasa nich, si Ambivert cuma pengen menghargai aja)

Lama kelaman kami jadi teman yang cukup dekat karena tempat kos kami jaraknya cukup dekat, untuk sekadar belanja bulanan atau makan bisa barengan (lumayan lah, ada tebengan *pikir saya, mungkin saya yang tomboy juga jadi cuek aja, toh se-GR-GR-nya saya saya tidak merasakan 'getaran' bila sedang bertemu) Seiring berjalannya waktu, dia mulai bicara terus terang dengan saya bahwa ingin mengenal lebih dekat dengan saya, dan dia tahu kalau saya tidak menghendaki pacaran. Waktu itu saya mempersilakan masing-masing dari diri kita mengenal satu sama lain.

Di minggu pertama setelah dia mengutaran niatnya, kami pergi ke supermarket bersama. Waktu itu saya dijemput di kosan. Dari jarak 3 meter saya mau pingsan (lebaiiiiiiiii) mencium bau parfumnya yang seperti dipake buat mandi atau entah sebotol itu dituang semua hahahah ( dalam hati saya pengen ketawa ngakak, tapi demi kesopanan saya tahan). Sesampainya di supermarket, seperti orang 'normal' saya mengambil keranjang belanja karena waktu itu saya butuh sedikit barang, dia pun mengambil keranjang belanja juga. Jalanlah kami menelusuri lorong-lorong, rak-rak, sampai saya mendapatkan barang yang saya butuhkan. Kejadian lucu ketika kami hampir sampai di kasir. Ternyata, keranjang belanja dia masih kosong melompong (dalam hati lagi, lha terus dari tadi kita keliling dia ngapain???) Saya  sengaja bertanya: 'Emang kamu butuh apa, koq dari tadi belum nemu barangnya?', dengan senyum dia menjawab,'Aku emang gitu, kalau belanja muter-muter dulu, nanti baru diambil. Kenapa? kamu bosan yah?' dia malah balik tanya. Dan saya kehilangan kata-kata.
Biasanya urusan belanja paling rempong itu cewek, tapi ini kebalik. Gusti nu Agung....sabar.... (kalau inget2 kejadian itu bikin gondok tapi ya bikin ketawa, bisa2nya saya jalan sama orang model begini rempongnya hahahahha ups) Akhirnya kami kembali ke awal, dan mau beli hand sanitizer milih aromanya hampir 20menitan, padahal saya udah berat-berat bawa belanjaan.

Saya sebenarnya mulai merasa aneh dengan ini cowok, tapi saya butuh waktu untuk menjawab rasa penasaran saya. Nggak mungkin saya 'menolak' hanya karena dia cowok rempong hahaha. Sekadar info, dia pernah bekerja sebagai pramugara sebuah maskapai, tapi gatau kenapa malah sekarang kerja di bank. Bahkan dia jujur kalau dia sudah nggak perjaka...WOW jujur banget, mungkin karena dia merasa ingin serius kedepannya jadi dia ceritain masa lalunya. Saya nggak berniat membuka aib seseorang, tapi pembicaraan ini wajar karena saya juga bersifat terbuka.

Minggu kedua setelah waktu berjalan, dia menceritakan keinginannya untuk ber-diet. Setiap ke kantor nggak pernah sarapan, cuma bawa bekal buah. Alhasil, dia pinjam Tupperware aku yang aku sayang muah..muah halah.. Dia juga niat banget sampe beli semacam korset biar perutnya kelihatan kecil...Oh My GOD, sebegitunya dia jaga penampilan....Dia juga perhatian sama apa yang saya pakai. Saya juga kaget dia tanya tentang gelang kaki yang saya pakai (waktu masih belum belajar hijrah, masih seneng pakai yg alay2). Dia tanya detail dimana saya beli, apa bahannya, bahkan minta diantar untuk beli. Sempat berfikir, oh mungkin dia mau ngasih hadiah Mamanya, soalnya dia sayang banget sama mamanya. Eh, lah dalah ternyata dia beli buat diri dia sendiri, bahkan dia beli gelang kaki sama kalung, dan saya disuruh makein.....kabayang malu setengah mati waktu di toko jewellery duh Gusti nu Agung......... >_<

Kejadian terakhir yang membuat saya mantab untuk tidak melanjutkan proses saling mengenal satu sama lain adalah malam itu saya minta Tupperware kesayangan aku dibalikin. Malam itu dia dateng ke kos naik motor dengan wajah yang super bersih, rambut klimis, dan bawa Tupperware aku yang dimasukin tas dan digantungin di bahunya macam buibuk bawa tas mau pergi ke kondangan. Dari situ saya makin yakin kalau ini cowok memang gak biasa. Saya menjelaskan yang intinya saya nggak bisa meneruskan proses ini dengan sopan, dan dia pun mengerti sampai suasana pun cair.
Diakhir pembicaraan saya sempat kaget dengan datangnya kucing yang sangat tiba-tiba. Ketika saya berteriak, dia lebih kaget lagi sampai sandal yang dia pake kelempar dan dia pegang...euhmmm cucoookkkkkk meong dehh......dan itu pertemuan terakhir kami sewaktu ngobrol akrab....

Beberapa minggu kemudia, saya merasa aneh dengan status BBMnya. Waktu itu dia masih menggunakan ponsel Blackberry yang kalau kita sedang mendengarkan musik atau memutar video bisa nampak di status. Karena ke-KEPO-an saya, saya screenshoot statusnya karena di list ada beberapa tanda video yang dia ulang dengan judul yang menurut saya 'menjurus' ke video aneh. Usut punya usut, saya masukkan link video itu ke kolom address Google, kemudian saya mendapati.....................jeng jeng jeng video bokep gay.......beberapa detik yang bikin saya 'sakit mata' dan merasa berdosa. Tapi, keraguan saya terjawab sudah bahwa dia ada kecenderungan 'berbelok'.

Kejadian ini betul-betul membuat saya jadi lebih peka mendeteksi orientasi sex seseorang. Apalagi zaman sekarang, kita harus lebih berhati-hati. Sebenarnya saya nggak 'alergi' sama kaum LGBT, asal nggak mempengaruhi atau ngajak nikah hanya untuk status saja, biar kita saling menghargai saja sesama manusia.

Dari peristiwa yang saya  alami di atas, ada beberapa point yang sekiranya relevan dengan beberapa ciri gay, diantaranya:
1. Tampilan modis dan sangat perhatian dengan penampilan (si cowok yg saya kenal ini juga rajin facial lho)
2. Selalu menjaga bentuk tubuh. Terbukti dengan diet-nya dan usahanya memakai korset bwookk....
3. Selalu tampil wangi. Pingsan...pingsan dah gua ngecium wangiya...hehhee
4. Gesture dan sikap. Di awal kenal memang belom terlihat. Dan memang walau posturnya tinggi besar dan agak atletis, ada beberapa gerakan yg dia lakukan dan itu tidak biasa dilakukan cowok heterosexual, kalau kita benar-benar mengenalnya dengan jeli akan terdeteksi walau beberapa detik gesture itu diperlihatkan, dan itu nggak bisa dibohongi girls hehehe
5. Sex Appeal (Daya Tarik Sexual) Nggak kebanyakan cowok hetero yang suka curi-curi pandang atau sekadar skinship. Cowok yang saya kenal ini seperti jaga jarak ( sebenarnya saya diuntungkan selama kenal dekat karena boleh dibilang dia nggak genit, mungkin dia menghormati juga karena saya berhijab) Mungkin awalnya kelihatan sopan, tapi jika kalian mengalami apa yg saya alami, ini bukan sikap sopan biasa (susah sih kalau dijelaskan) intinya mah kayak gak ada 'getaran-getaran', nggak 'nyetrum' hahahahahahahahah ngakak deh.....

Beberapa ciri di atas jangan digunakan langsung men-judge- cowok yang baru kita kenal yaa girls..... Kebetulan saya memang melakukan pendekatan lebih dalam karena ada niat untuk menjalin hubungan lebih serius. Saya tidak pernah merendahkan atau bermaksud menjelekkan suatu kaum. Pun, kalaupun berteman sebenarnya saya tidak ada masalah. Tapi, kalau untuk menikah, jelas tidak karena saya meragukan orientasi sex-nya. Mungkin hal ini akan jadi rahasia pribadi dia, saya mungkin bisa salah. Tapi dengan tanda yang dia tunjukkan, cukup menyakinkan saya untuk tidak melanjutkan ke jenjang yg lebih serius.

Terimakasih ^^



*Artikel ini telah tayang di sripoku.com dengan judul Perempuan Punya Radar Mendeteksi Pria Gay, http://palembang.tribunnews.com/2011/07/06/perempuan-ternyata-punya-radar-untuk-mendeteksi-pria-gay.

Sunday, April 29, 2018

Ambivert : Jatuh Cinta dan Patah Hati


Melanjutkan postingan saya sebelumnya tentang kepribadian Ambivert. Saya ingin bercerita tentang pengalaman pribadi saya ketika mengalami jatuh cinta dan patah hati. Saya banyak merenung dan berfikir ketika mengalami keduanya. Sempat menjadi kegelisahan di tengah-tengah hubungan, yang pada akhirnya membuat hubungan saya berakhir. Eits, tenang aja, saya nggak lagi galau koq, kejadiannya sudah cukup lama hi.hi.hi hal ini penting untuk saya, dan memang benar adanya, ketika kita hendak mencintai orang lain, kita harus mencintai (mengenali) diri kita dahulu.

Niat awal saya memang bukan pacaran, tapi menikah. Tapi jangan berfikir bahwa saya tipe yang nggak mau mengenal (calon) pasangan saya sama sekali. Singkat cerita saya bertemu dengan teman lama dan akhirnya 'jadian' istilah anak muda ( cie ilee ngerasa tua ha.ha ) karena tujuan kita memang untuk menikah. Dari awal hubungan, kami sepakat bahwa hubungan yang kami jalin ini komitmen  (bukan pacaran ala ABG mabok cinta) untuk menikah dengan cara saling mengenal lebih dalam satu sama lain dan menunggu saya selesai studi. Saya juga termasuk tipe yang kolot masalah pacaran, agar kita saling menjaga diri masing-masing gitu maksudnya, karena saya ada niat untuk pelan-pelan berhijrah, saya lebih suka menghabiskan waktu dengan ngobrol sambil makan, diskusi (sama pasangan) bertukar pikiran. (Woh kayaknya bosen banget ya yg jadi pasangan saya he.he.he)

Sebelum saya tahu bahwa saya ini punya kepribadian ambivert, entah kenapa awal saya jadian saya begitu bahagia menjalani hubungan jarak jauh alias LDR (Long Distance Relationship). Anehnya kebahagiaan yang saya rasakan itu bukan karena lagi jatuh cinta, tapi punya pacar tapi serasa single. Loh, koq bisa? Jadi gini temen-temen, seperti yang kita tahu bahwa ambivert itu gabungan sifat Introvert dan Ekstrovert, nah ketika sisi introvert saya 'keluar' dan saya butuh 'me time' walaupun punya pacar (saat itu) saya tidak ada 'kewajiban' bertemu dengan frekuensi yang sering, jadi saya merasa tetap bisa berkegiatan seperti biasa tanpa memberi jadwal tambahan yang mungkin akan mengubah jadwal harian saya. Cukup hanya meluangkan waktu untuk berbalas pesan atau telpon saling mengabari. 

Di awal-awal hubungan, saya dibilang cuek banget, karena saya juga bukan tipe yang 'apa - apa' harus lapor. Ketika pagi saya bilang ke kampus, dan biasanya bisa berlangsung seharian ya saya konsentrasi dengan kegiatan saya di kampus. Paling-paling jam makan siang/ waktu sholat  sesekali berkirim pesan. Masalah mulai timbul ketika hubungan berjalan hampir sebulan, karena sikap saya tidak berubah untuk lebih intens berkomunikasi saat berkegiatan (mungkin pasangan saya berfikir kalau saya ini tidak sayang atau tidak butuh). Padahal di jam istirahat di malam hari saya meluangkan waktu untuk telpon, ngobrol, bahkan berdiskusi. Point yang saya ingin tunjukkan di sini adalah ketika si ambivert ini sedang melakukan aktifitasnya, bisa kuliah/kerja, jangan 'mengganggunya' dengan pesan-pesan singkat yang sebenarnya tidak perlu untuk dibalas, kasarnya jangan 'merengek' ngajak ngobrol yang nggak penting. Karena pada waktu itu saya merasa dicurigai sedang melakukan aktifitas yang sekiranya membuat pasangan marah. Misalnya, pergi dengan cowok lain atau sedang berinteraksi dengan lawan jenis. Padahal saya seharian capek di kampus untuk kuliah atau mengerjakan tesis di perpustakaan. Hal ini mengganggu saya, mengganggu kegiatan saya yang harus menjelaskan sesuatu yang sebenarnya (buat saya) nggak perlu dijelaskan. Karena pasangan seperti tidak percaya dengan saya.

Okey lah saya memakluminya, karena saya percaya ini adalah proses kami saling mengenal satu sama lain. Tapi, lama-kelamaan di bulan kedua, saya mulai bosan harus menjelaskan kesalahpahaman yang terus berulang, bahkan waktu istirahat saya juga berkurang karena setiap kita berdebat bisa bisa berjam-jam ditelfon. Saya mulai merasa terbebani dengan hubungan saya ini. Orang lain sepertinya bahagia punya pasangan dan menghabiskan waktu bersama, tapi tidak dengan yang saya alami. Tapi saya tetap bertahan untuk memahaminya karena ini juga komitmen saya. Point kedua yang ingin saya tunjukkan adalah ketika saya kehilangan waktu untuk diri saya sendiri, saya gampang merasa capek, terutama psikis saya. Dan puncaknya di akhir bulan ke tiga, kami memutuskan berpisah. Di saat-saat berakhirnya hubungan saya, saya jusru merasa bahagia (maaf ya buat mantan, bukan bermaksud jahat tp emang jahat kali yah aku hehe) saya merasa bebas, lepas, dan ringan dalam melangkah. Seolah beban saya lepas. Mungkin, saya terlihat seperti orang yang 'tidak jatuh cinta' karena saya lebih suka mengekspresikan rasa yang saya miliki ketimbang harus bilang cinta atau sayang. Di sisi lain saya tidak menyalahkan mantan saya koq, justru banyak sekali pelajaran yang saya ambil dari dia. Saya jadi banyak merenung, bahkan saya merasa -apakah saya ini normal dengan bersikap seperti itu?- sampai saya juga bertanya pada sepupu saya anak psikologi, dan akhirnya saya melakukan ters kepribadian. Dan saya mendapati bahwa kecenderungan sifat saya ini termasuk kepribadian ambivert.

Mengutip dari beberapa point dari IDN Times dan pengalaman saya, ada beberapa hal yang juga ingin saya tunjukkan bahwa si ambivert ini punya sifat unik dalam hubungan.

1. Kamu harus tahu kapan dia menjadi introvert dan kapan dia menjadi ekstrovert.
Ketika kami sedang bersama, saya bisa bicara banyak, baik bertemu langsung/ telpon. Tapi ketika saya diam (tidak bicara/telpon) jangan diartikan bahwa saya marah, nggak sayang/cinta atau cuek hanya gara-gara membalas pesan terlambat. Mungkin saat itu sifat introvert kami(para ambivert) sedang keluar. Jadi jangan buru-buru curiga bahwa kita sedang sibuk dengan yang lain (lawan jenis) karena Ambivert bisa bergaul dengan baik, tapi kadang butuh sendiri.

2. Ambivert punya emosional bilingual, jadi kadang dia juga lihai membaca emosi orang lain. 
Bukan hanya emosinya sendiri, ambivert ini pintar membaca emosi orang lain termasuk kamu. Dari gerak-gerik, tatapan mata, perkataan atau juga caramu menghela nafas. Dia tahu emosi seperti apa yang kamu rasakan, bisa dibilang, ambivert ini sangat peka. Kadang, saya merasa satu langkah di depan pasangan dalam arti, saya bisa membaca pikirannya (weits, saya bukan cenayang lho yaa hihihi). Jadi ketika saya ingin menolak/meng-iya-kan permintaanya (dalam arti luas) saya bisa memberikan jawaban alternatif. Jadi ketika ingin menolakpun, dia tidak tersinggung.

3. Dia bisa menjadi pencerita yang nggak pernah membuat kamu bosan, sekaligus pendengar yang sangat baik saat kamu membutuhkan.
Pada dasarnya, manusia suka didengarkan. Tapi, untuk memahami seseorang, kita juga harus belajar mendengarkan. Artinya, porsi berbicara dan mendengar harus seimbang. Seorang yang introvert hanya akan berbicara jika memang dia ingin berbicara, kadang kejujurannya dalam mengungkapkan pendapat terdengar kejam, kebanyakan dari mereka tidak suka berputar-putar dalam berbicara. Tapi ketika dia sedang ingin mendengarkan, dia akan menjadi pendengar yang baik dan memberikan saran yang kamu butuhkan.

4. Terbiasa mengalah
Ambivert akan terbiasa untuk bersikap sesuai dengan situasi yang ada. Cukup pandai membawa diri dengan baik sehingga pasangan kamu jarang mengalami kekecewaan ketika bersama kamu. Sikap ini sebenarnya sikap negatif/ kurang menguntungkan untuk si ambivert, terkadang kami menahan hanya untuk menghindari 'berdebatan' yang melelahkan padahal tidak baik-baik saya.

5. Sering dibilang PHP - Pemberi Harapan Palsu

Ambivert memiliki sifat yang terbuka dan berbaur dengan siapa saja, maka tidak heran jika ada beberapa lawan jenis yang menginterpretasikan bentuk perhatian kamu sebagai perhatian lebih dari sekedar teman. Padahal kamu hanya berniat untuk sekedar menghargai dan berbuat baik saja. Hal ini sering terjadi, bahkan saya menyebutnya sangat sering terjadi. Padahal saya berusaha merespon dengan sopan, tanpa punya maksud tertentu, tapi tetap saya menimbulkan kesalah pahaman.
Pada titik ini, saya bersyukur dan berterimakasih. Ketika saya jatuh cinta maupun patah hati, saya jadi bisa mengenal diri saya sendiri, saya mengangap ini hikmah. Kelak kedepannya mungkin hal ini akan membantu saya untuk bisa mempersiapkan diri untuk menjalani hubungan yang baru.

Terimakasih ^^

Monday, April 2, 2018

AMBIVERT : Kepribadian dan 10 Fakta tentangnya!

Waktu kecil, saya begitu pendiam dibanding dengan anak-anak lain seusia saya. Tak usah jauh-jauh liat anak tetangga, dengan adik saya yang kedua saja kami begitu berbeda kepribadian. Adi saya yang ceria sedangkan saya si pendiam. Sebenarnya masih dalam tahap 'wajar', saya tidak langsung menutup diri  dari pertemanan atau pergaulan di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Hanya saja saya memang bukan tipe 'vocal'. Ketika diadakannya karya wisata teman-teman seangkatan saya waktu taman kanak-kanak riuh rendah mengambil posisi berfoto bersama. sedangkan saya hanya diam saja, malah saya ingat betul justru ayah saya menyuruh saya bergabung dengan teman-teman, dan alhasil saya hanya jongkok di pojokan tidak peduli hasil fotonya saya on frame atau tidak,

Hal ini tidak berlangsung cukup lama. Memasuki Sekolah Dasar. Saya yang memang agak tomboy dengan potongan cepak mulai memberanikan diri untuk mandiri. Berangkat sekolah dengan berjalan kaki atau naik sepeda yang akhirnya saya lakukan sampai saya masuk kelas 10 (1 SMA). Di sekolah saya cukup dikenal (walau gak terkenal banget kayak genk cantik sih, tapi karena teman-teman saya cantik-cantik he.he..) karena seringnya ikut kegiatan seperti OSIS, MPK, atau mengisi kegiatan setiap bulan Agustus. Teman saya cukup banyak walau saya bukan tipe anak yang suka 'dolan'. Orang tua saya lebih suka teman-teman saya datang ke rumah dan stock jajan nggak pernah absen. Mungkin dengan begitu orang tua saya juga lebih mudah memantau pergaulan anak-anaknya. Lagi pula saya juga lebih suka berada di 'confort zone' saya sendiri. Tapi memang saya jadi tidak terlalu mengenal kota kelahiran saya. Hanya ikon-ikon saya dan temapt tertentu yang biasa saya tuju untuk kepentingan saya.

Selapas SMA saya diterima masuk ke Universitas Negeri di Surabaya. Mau tidak mau, saya harus keluar 'sedikit' dari zona nyaman saya. Walaupun sebenarnya di Surabaya saya bukan anak kos pada umumnya. Saya ikut numpang hidup di rumah saudara. Di sinilah kepribadian saya sedikit-demi sedikit mulai terbuka. Karakter orang Jawa Tengah yang melekat mau tidak mau harus beradaptasi dengan karakter orang Jawa Timur yang tegas dan terbuka. Awalnya saya memang sedikit malu-malu, lama kelamaan saya akhirnya bisa beradaptasi tapi tanpa menghilangkan karakter ke-Jawa Tengah-an saya. Bingung? jadi gini, ada kalanya saya begitu gamblang berbicara lantang tapi tetap dengan nilai rasa yang terdengar 'lembut' (bukan berarti Jawa Timuran kasar ya, bukan itu) tapi memang yang tidak terbiasa dengan perbedaan budaya dia tidak akan merasakannya. Di sinilah karakter saya mulai terbentuk. Empat tahun di Surabaya membentuk rasa percaya diri saya tumbuh, walaupun tetep saya bukan tipe 'vocal' he he.

Selepas lulus, saya pulang ke Kudus, beberapa bulan setelahnya, saya memutuskan melanjutkan studi saya dan alhamdulillah masuk ke universitas negeri di Yogyakarta. Di Yogya, saya akhirnya merasakan menjadi anak kos yang sesungguhnya hihihi lebai yah.. di sini saya dipertemukan dengan teman-teman baru yang jangkauannya lebih luas lagi. Di Kos, saya juga punya teman dekat yang kebetulan orang Sunda yang punya kepribadian yang cukup terbuka dan tegas. Saya banyak belajar dari dia. Terutama belajar PD, mengemukakan pendapat, mengutarakan pikiran dan 'isi hati' hihihihi. Tapi benar, saya tidak terlalu pandai memulai obrolan, tapi setelah kenal dan berbicara susah berhentinya. Bertahun-tahun tinggal dengan orang-orang yang berbeda budaya, saya jadi belajar memahami karakter orang dan cara memperlakukannya. Ini menajdi salah satu kekuatan saya dalam bersosialisasi. Yang dulu tertutup dan nggak-PD-an, sekarang jadi lebih berani.

INTROVERT >< EKSTROVERT ??
Kecemasan saya terhadap diri saya sendiri belakangan ini sangat mengganggu. Mungkin cerita masa kecil saya dulu adalah bagian dari pengembangan karater diri saya dari kecil sampai dewasa. Tapi, lama-kelamaan saya merasa ada yang aneh dengan diri saya. Di satu waktu saya sangan senang berbicara dan berkumpul dengan orang, tapi di sisi lain saya merasakan kedamaian ketika berada sendirian di dalam ruang saya sendiri. Saya semapat merasa bahwa saya ini seorang introvert, tapi di sisi lain saya senang bersosialisasi dengan banyak orang walaupun kalau  terlalu lama 'ngumpul' atau berada di keramaian saya merasa lelah, energi saya seperti habis, dan saya butuh 'me time' lebih banyak. Saya sempat menanyakan kondisi psikologi saya pada kakak sepupu yang memang lulusan psikologi. Saya disarankan mengikuti tes kepribadian (secara online). Hasilnya memang kepribadian saya ini seperti 'campuran'. Kondisi kepribadian saya ini biasa disebut dengan ambivert.

Apa itu AMBIVERT?
Ambivert atau Ambiversion merupakan Kepribadian manusia yang berada ditengah-tengah introveert dan ekstrovert yang seimbang. Dengan demikian seseorang yang memiliki kepribadian ambivert dapat merasa nyaman dalam kondisi apapun, seperti disaat mereka sedang sendiri ataupun sedang berada ditempat yang penuh dengan keramaian. Sehingga seseorang yang mempunyai kepribadian ambivert  bisa lebih fleksibel dalam beraktifitas jika kepribadian ini bisa dikelola dengan baik. Bahkan ada juga yang mengatakan jika seseorang dengan kepribadian ambivert adalah orang yang memiliki kepribadian ganda. (sumber: https://dosenpsikologi.com/kepribadian-ambivert)
10 Fakta seputar Kepribadia Ambivert
Menurut para psikolog, orang ambivert adalah mereka yang memiliki ciri-ciri ekstrovert dan introvert. Mereka yang tergolong ambivert disebut-sebut lebih baik dalam memahami emosi orang lain karena gabungan sifat terbuka dan tertutup tadi. Untuk mengenal orang ini, ada 10 fakta seputar kepribadian ambivert, seperti dilansir dari The Stir.
1. Populasi orang ambivert di dunia ternyata lumayan banyak, sekitar 38%. 
Namun mereka pada umumnya tidak menyadari jika memiliki kepribadian ini
2. Ambivert berbagi sifat dengan introvert dan ekstrovert. 
Mereka yang ambivert umumnya memiliki kemampuan bersosialiasi yang baik dan juga terkadang butuh waktu untuk sendiri.
3. Ambivert memiliki kepribadian yang fleksibel. 
Mereka bisa bolak balik dari kepribadian introvert ke ekstrovert.
4. Ambivert adalah pedagang yang hebat. 
Sebuah studi di Wharton School menemukan orang-orang yang memiliki kepribadian ini mampu melakukan penjualan terbaik dan membawa uang paling banyak
5. Ambivert biasanya tak yakin dengan kepribadian mereka. 
Hal ini yang membuat para ambivert terkadang merasa terjebak, tidak tahu kapan harus bertindak atau mencoba sesuatu yang berbeda.
6. Merasa nyaman di mana saja adalah salah satu tanda seorang ambivert. 
Biasanya, seorang introvert cenderung lebih senang berada di lingkungan yang tenang, sementara ekstovert lebih senang dengan suasana yang ramai dan menyenangkan. Ambivert akan alami keduanya, namun dengan waktu-waktu tertentu
7. Intuisi adalah bagian dari seorang ambivert. Tidak seperti ekstrovert yang kadang-kadang sulit untuk berhenti berbicara, ambivert secara naluriah tahu kapan harus mendengarkan atau diam
8. Mereka yang ambivert akan memiliki “emosional bilingual”. 
Mereka pandai membaca emosi orang lain
9. Ambivert biasanya akan bertindak unik di media sosial. 
Studi menemuan jika mereka yang ambivert akan lebih terbuka dalam pertemanan namun lebih tahu batas-batasan untuk kapan berbicara atau diam
10. Mereka yang ambivert dikatakan sebagai orang tua yang baik, karena mareka pintar dalam memberi dan juga menerima.

Sumber artikel asli : http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/02/10-fakta-seputar-kepribadian-ambivert

Mempunyai keribadian ambivert tidaklah membuat saya tampak buruk, seolah 'bermuka dua'. Saya lebih menyebutnya ini juga sebagai kelebihan. Saya bisa begitu asik dengan diri saya sendiri tapi juga merasa bahagia ketika berkumpul dengan orang banyak.